Selasa, 02 Februari 2010

PENYIMPANGAN GAYA HIDUP


Bentuk penyimpangan gaya hidup :
1.      Sikap Arogansi
Yaitu kesembongan terhadap suatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Bersikap arogan bisa saja dilakukan oleh seseorang yang ingin menutupi kekurangan yang dimilikinya.
2.      Sikap Eksentrik
Yaitu perbuatan yang menyimpang dari biasanya sehingga dianggap aneh. Seperti anak laki-laki memakai anting atau benda lainnya yang biasa dikenakan wanita.

Penyebab :
1.      Sikap mental yang tidak sehat
2.      Keluarga yang broken home
3.      Pelampiasan rasa kecewa yang dialihkan pada hal negatif
4.      Merasa terdesak oleh kebutuhan ekonomi dengan jalan pintas
5.      Dipengaruhi oleh teman
6.      Beberapa media massa menyuguhkan informasi yang tidak mengindahkan nilai dan norma
7.      Tumbuhnya keinginan untuk dipuji oleh pihak lain, mencari perhatian orang lain dengan berbuat diluar kebiasaan
8.      Proses belajar menyimpang

Akibat Penyimpangan Gaya Hidup :
1.      Mendorong Meningkatnya Kriminalitas
2.      Mengganggu Keharmonisan Keluarga
3.      Memicu Kemiskinan
4.      Merusak Mental dan Menurunkan Kualitas Kesehatan

Upaya Pencegahan :
1.    Tindakan Preventif
 Upaya mencegah supaya tidak terjadi apa-apa. Contoh :
a.       Mendukung dan melaksanakan program wajib belajar
b.      Penanaman nilai dan norma-norma (terutam norma agama dan hukum)
c.       Menyediakan bermacam sarana untiuk menunjang kegiatan remaja untuk mengalihkan hal-hal negatif
d.      Menjalin hubungan baik antara orang tua dan anak  daldam keluarga serta antarwarga dalam masyarakat
e.       Menciptakan suassana ketterbukaan dan kekeluargaan dalam keluarga dan masyarakat
f.       Menyusun undang-undang khusus untuk kesejahteraan dan pelanggaran yang dilakukan anak dan remaja
g.      Mendirikan klinik bimbingan psikologis untuk membantu remaja dari kesulitan



2.    Tindakan Kuratif
 Tindakan untuk mengatasi penyimpangan
a.       Menghilangkan semua penyebab timbulnya kejahatan remaja
b.      Perubahan lingkungan dengan mencarikan orang tua asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi anak
c.       Memindahkan anak nakal ke sekolah atau lingkungan yang lebih baik
d.      Memberikan latihan bagi remaja untuk hidup teratur, tertib, dan disiplin
e.       Memanfaatkan waktu senggang di pusat pelatihan, membiasakan diri bekerja, belajar, dan berekreasi secara sehat dengan disiplin tinggi
f.       Menggiatkan organisasi pemuda dengan program keterampilan yang dipersiapkan untuk pasar kerja dan hidup di tengah masyarakat
g.      Mendayagunakan klinik bimbingan untuk meringankan dan memecahkan  masalah gaya hidup

FOTOSINTESIS


Suatu sifat fisiologi yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan adalah kemampuannya untuk menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasikan di dalam tanaman. Peristiwa ini hanya berlangsung jika ada cukup cahaya dan oleh karena itu maka asimilasi karbon disebut juga fotosintesis. Lengkapnya kita katakana bahwa fotosintesis atau asimilasi zat karbon itu suatu proses dimana zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil diubah menjadi zat organik karbohidrat dengan pertolongan sinar. (Dwijoseputro,1989:6)
            Planck dan Einstein menganggap cahaya terdiri atas partikel-partikel  kecil yang disebut foton. (Dwijoseputro, 1989:12). Fotosintesis digerakkan oleh energi matahari (photon). Dari keseluruhan cahaya yang terpancar, hanya 0,5 - 3,5 % saja yang diserap daun untuk fotosintesis. Daun mampu menangkap energi surya karena memiliki sistem penangkap energi surya (light Harvesting System) atau sistem aseptor proton dan sistem transfer elektron dalam kloroplast. Dalam kloroplast terdapat fotosistem I dan II yang merupakan kumpulan pigmen dan aseptor elektron yang lain seperti klorofil a, klorofil b, karotenoida, sitokrom, plastosianin, guinon, plastoquinon, feredoksin, pigmen 680, pigmen 700 dan sebagainya. Berbagai pigmen tersebut memiliki kemampuan menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya matahari.
            Cahaya matahari merupakan polikromatis, yaitu tersusun atas beberapa warna cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Energi photon sangat terganntung pada panjang gelombang (λ). Sinar biru dan merah paling dominan diserap, namun jenis sinar yang lain juga terlibat dalam fotosintesis. Energi photon sinar matahari memenuhi rumus:
Keterangan:
E          = energi Photon
h          = konstanta Planck [6,62 x 10-27 Erg.sec-1]
c          = kecepatan cahaya [3 x 1010 cm sec-1]
λ          = panjang gelombang
v          = frekuensi sec-1
                Kondisi lingkungan eksternal berpengaruh langsung terhadap produktivitas fotosintesis tumbuhan. Selain faktor cahaya, keadaan lingkungan yang lain seperti kadar gas O2 , CO2 gas-gas lain terutama yang toksik seperti H2S,SO2 dan kondisi klimatiknya seperti suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap proses tersebut. Secara sistemik proses fotosintesis pada jaringan daun melibatkan perangkat (klorofil, aseptor elektron, kloroplast, sistem sel), dan substrat serta sistem enzim fotosintetik. Zat sebagai bahan dasar adalah berupa H2O dan CO2.
            Puncak kegiatan fotosintesis  sesuai dengan banyaknya sinar dan tingginya temperatur. Pada umumnya tumbuhan di daerah tropik tidak dapat melakukan fotosintesis pada temperatur lebih rendah dari 5oC. Maka meskipun sinar dan CO2 cukup , fotosintesis akan terhambat jika temperatur tetap rendah. Dalam hal ini dikatakan bahwa temperatur merupakan faktor penghambat atau limiting factor. Sebaliknya kalau tersedia cukup CO2 sedang temperatur cukup tinggi(optimal ialah antara 10oC – 35oC) tetapi sinar kurang mencukupi, maka penambahan CO2 ataupun peningkatan temperatur tidak mengakibatkan berlangsungnya fotosintesis. Berdsarkan hal tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa sinar merupakan factor penghambat.
            Lazimnya peristiwa fotosintesis dinyatakan dengan persamaan reaksi kimia sebagai berikut:
            6CO2 + 6H2O =========è C6H12O6 + 6O2

Peristiwa ini hanya berlangsung jika hanya ada klorofil dan cukup cahaya. (Dwidjoseputro,1989:7). Persamaan di atas menunjukkan hubungan antara zat-zat yang dipakai selama dan dihasilkan oleh proses fotosintesis. Langkah-langkah intermediet yang dihasilkan persamaan itu bahwasanya fotosintesis itu melibatkan setidak-tidanya dua proses yang amat berbeda menjadi jelas dari percobaan-percobaan F.F Blackman, seorang ahli fisiologi tumbuhan dari Inggris. Tumbuhan air yang hijau Elodea, merupakan organism uji. Bila sepotong tumbuhan itu ditempatkan terbalik dalam larutan encer NaHCO3 (yang merupakan sumber CO2) diterangi dengan lampu senter maka gelembung oksigen segera dikeluarkan dari bagian potong tangkainya. Kemudian dihitunglah jumlah gelembung yang dikeluarkan dalam interval waktu tertentu pada setiap intensitas cahaya. (Kimball,1983:180). Pada percobaan lain disebutkan bahwa peningkatan CO2 diikuti peningkatan fotosintesis. (Curtis dan Clark,1950)
Karena laju fotosintesis tidak meningkat terus secara tak terbatas dengan meningkatnya penyinaran, maka Blackman mengambil kesimpulan bahwa paling tidak ada dua proses berlainan yang terlibat: 1. Suatu reaksi yang memerlukan cahaya. 2. Reaksi yang tidak memerlukan cahaya. Yang kedua dinamai reaksi gelap walau dapat berlangsung terus dalam terang. Blackman berteori bahwa pada intensitas cahaya sedang, reaksi terang membatasi atau melajukan seluruh proses. Dengan perkataan lain pada intensitas ini reaksi gelap mampu mnenangani semua substansi intermediet yang dihasilkan reaksi cahaya. Akan tetapi dengan meningkatnya intensitas cahaya pada akhirnya akan tercapai suatu titik yang pada saat itu reaksi gelap berlangsung pada kapasitas maksimum. (Kimball,1989:180)
Salah satu ilmuwan bernama Ingenhousz melakukan percobaan tentang fotosintesis. Percobaan ini juga disebut dengan percobaan ingenhousz. Dia membuktikan bahwa pada fotosintesis dilepaskan O2. Hal ini dibuktikan dengan percobaannya yang menggunakan tanaman Hydrilla verticillata di bawah corong terbalik. Jika tanaman tersebut terkena sinar, maka timbullah gelembung-gelembung gas yang akhirnya mengumpul di dasar tabung reaksi. Gas ini ternyata O2.Pada percobaan lain yang dilakukan oleh Engelmann, membuktikan bahwa klorofil merupakan suatu faktor keharusan dalam proses fotosintesis. Untuk ini ia menyinari ganggang hijau spirogyra yang kloroplasnya berbentuk pita melingkar seperti spiral. Hanya kloroplas yang terkena sinar melepaskan oksigen. Ini terbukti dari banyaknya bakteri oksigen yang berkerumun sekitar tempat kloroplas yang terkena sinar. (Dwidjoseputro,1989 :7)

Daftar Pustaka:
Clark,D.G. and Curtis,O.F. and. 1950. An Introduction Plant Physiology. London: McGrow-Hill Book Company, Inc
Dwijoseputro,D. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia
Kimball, John W. 1983. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY

RESPIRASI Bagaimana pengaruh suhu terhadap laju respirasi ?


Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997).
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan protein (digunakan pada keadaan & spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6   +   O2     →    6CO2   +   H2O   +   energi
Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses respirasi. (Danang, 2008)
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron. Tahapan yang pertama adalah glikolisis, yaitu tahapan pengubahan glukosa menjadi dua molekul asam piruvat (beratom C3), peristiwa ini berlangsung di sitosol. Asam Piruvat yang dihasilkan selanjutnya akan diproses dalam tahap dekarboksilasi oksidatif. Selain itu glikolisis juga menghasilkan 2 molekul ATP sebagai energi, dan 2 molekul NADH yang akan di gunakan pada transport electron. Dalam keadaan anaerob, Asam Piruvat hasil glikolisis akan diubah menjadi karbondioksida dan etil alkohol. Proses pengubahan ini dikatalisis oleh enzim dalam sitoplasma. Dalam respirasi anaerob jumlah ATP yang dihasilkan hanya dua molekul untuk setiap satu molekul glukosa, hasil ini berbeda jauh dengan ATP yang dihasilkan dari hasil keseluruhan respirasi aerob yaitu 36 ATP. Tahapan kedua dari respirasi adalah dekarboksilasi oksidatif, yaitu pengubahan asam piruvat (beratom C3) menjadi Asetil KoA (beratom C2) dengan melepaskan CO2, peristiwa ini berlangsung di sitosol. Asetil KoA yang dihasilkan akan diproses dalam siklus krebs. Hasil lainnya yaitu NADH yang akan di gunakan dalam transport electron. Tahapan selanjutnya adalah siklus asam sitrat (daur krebs) yang terjadi di dalam matriks dan membran dalam mitokondria, yaitu tahapan pengolahan asetil KoA dengan senyawa asam sitrat sebagai senyawa yang pertama kali terbentuk. Beberapa senyawa dihasilkan dalam tahapan ini, diantaranya adalah satu molekul ATP sebagai energi, satu molekul FADH dan tiga molekul NADH yang akan digunakan dalam transfer elektron, serta dua molekul CO2. Tahapan terakhir adalah transfer elektron, yaitu serangkaian reaksi yang melibatkan sistem karier elektron (pembawa elektron). Proses ini terjadi di dalam membran dalam mitokondria. Dalam reaksi ini elektron ditransfer dalam serangkaian reaksi redoks dan dibantu oleh enzim sitokrom, quinon, piridoksin, dan flavoprotein. Reaksi transfer elektron ini nantinya akan menghasilkan H2O. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009)
Secara sederhana, proses respirasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Glikolisis:
Glukosa
  ——>  2 asam piruvat  +  2 NADH  +  2 ATP
2.      Siklus Krebs:
2 asetil piruvat
  ——>  2 asetil KoA  +  2 CO2  +  2 NADH  +  2 ATP
2 asetil KoA
      ——>  4 CO2  +  6 NADH   +  2 FADH2
3.      Rantai transpor elektron:
10 NADH
  +  5O2  ——>  10 NAD+   +  10 H2O  +  30 ATP
2 FADH2
   +  O2    ——>  2 FAD  +  2 H2O   +   4 ATP
Jadi, total energi yang dihasilkan dari proses respirasi adalah 38 ATP. (Danang, 2008)
Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO2 dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2007)
Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).
Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005).
Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kcal per mol glukosa berupa bahang. Bila suhu rendah, bahang ini dapat merangsang metabolisme dan menguntungkan beberapa spesies tertentu, tapi biasanya bahang tersebut dilepas ke atmosfer atau ke tanah, dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang lebih penting dari bahang adalah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini digunakan untuk berbagai proses esensial dalam kehidupan, misalnya pertumbuhan dan penimbunan ion. (Salisbury & Ross, 1995)
Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masing-masing dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Respirasi merupakan oksidasi (dengan produk yang sama seperti pembakaran) yang berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral, pada suhu sedang dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar merupakan cara untuk mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut, sejalan dengan berlangsungnya pemecahan, kerangka karbon-antara disediakan untuk menghasilkan berbagai produk esensial lainnya dari tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk protein, nukleotida untuk asam nukleat, dan prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti klorofil dan sitokrom). Tentu saja bila senyawa tersebut terbentuk, pengubahan substrat awal respirasi menjadi CO2 dan H2O tidaklah lengkap. Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O (proses katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam proses sintesis (anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Energi yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan untuk mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh, laju respirasi meningkat sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi beberapa senyawa yang hilang dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul sebagai CO2. (Salisbury & Ross, 1995)
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah. Selain itu, daun yang ternaungi atau daun bagian bawah biasanya berespirasi lebih lambat daripada daun sebelah atas yang terkena cahaya lebih banyak. Bila hal ini tidak terjadi, maka daun sebelah bawah akan lebih cepat mati. Perbedaan kandungan gula akibat tak berimbangnya laju fotosintesis mungkin yang menyebabkan laju respirasi yang lebih rendah pada daun yang ternaungi. (Salisbury & Ross, 1995)
2.      Ketersediaann oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009)
3.      Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25 menjadi 45°C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
4.      Jenis dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009)
  
DAFTAR PUSTAKA
Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi. www.indoskripsi.com diambil tanggal 6 November 2009.
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Jakarta: PT Gramedia.
Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB
Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY

Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. www.idonbiu.com diambil tanggal 6 November 2009.

Pengaruh Kuantitas Substrat Biji terhadap Laju Respirasi Kecambah Biji Kacang Merah (Vigna angularis), Kacang Kedelai (Glycine max), Kacang Hijau (Phaseolus radiatus), dan Kacang Tanah (Arachis hypogaea)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Semua sel hidup melakukan respirasi untuk mencukupi kebutuhan energi. Semua sel aktif akan terus menerus melakukan respirasi, menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas yang berlangsung secara sederhana. Respirasi merupakan salah satu bentuk proses metabolisme secara katabolik, yaitu proses pemecahan. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Proses respirasi dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi laju respirasi antara lain umur, tipe atau jenis tumbuhan, sedangakan faktor eksternal yang mempengaruhi laju respirasi antara lain adalah ketersediaan jumlah substrat, ketersediaan oksigen, dan kelembapan serta suhu lingkungan. Tentunya tumbuhan yang sudah dewasa dengan tumbuhan yang masih berkecambah akan memiliki laju respirasi yang berbeda. Pada saat kecambah, laju respirasi cenderung lebih tinggi dibanding ketika sudah dewasa. Hal ini karena pengaruh metabolik dari proses perkecambahan. Demikian pula pada berbagai macam jenis tumbuhan akan memiliki laju respirasi yang berbeda, karena di dalamnya terdapat proses metabolik dan kandungan substrat respirasi yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh kuantitas substrat biji terhadap laju respirasi kecambah, maka perlu dilakukan suatu eksperimen dengan beberapa perlakuan untuk mengkaji hal tersebut lebih dalam.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh kuantitas substrat biji terhadap laju respirasi kecambah  biji kacang merah (Vigna angularis), kacang kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan kacang tanah (Arachis hypogaea) ?
C.    Tujuan
Mengetahui pengaruh kuantitas substrat biji terhadap laju respirasi kecambah  biji kacang merah (Vigna angularis), kacang kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan kacang tanah (Arachis hypogaea) ?

D.    Manfaat
1.      Mengetahui lebih jauh mengenai prinsip respirasi, terutama faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi.
2.      Mengetahui bahwa setiap jenis tumbuhan memiliki laju respirasi yang berbeda-beda. Dalam hal ini praktikan mengetahui pengaruh kuantitas substrat biji terhadap laju respirasi kecambah  biji kacang merah (Vigna angularis),kacang kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan kacang tanah (Arachis hypogaea) ?
3.      Secara tidak langsung, praktikan belajar cara titrasi untuk mengetahui jumlah CO2 hasil respirasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Dasar Teori
Proses respirasi merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997).
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan protein (digunakan pada keadaan & spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6   +   O2         6CO2   +   H2O   +   energi
Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses respirasi. (Danang, 2008)
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron. Secara sederhana, proses respirasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.      Glikolisis:
Glukosa     2 asam piruvat  +  2 NADH  +  2 ATP
2.      Siklus Krebs
2 asetil piruvat     2 asetil KoA  +  2 CO2  +   2 NADH   +   2 ATP
2 asetil KoA
        4 CO2  +   6 NADH   +   2 FADH2
3.      Rantai transpor elektron:
10 NADH  +   5O2      10 NAD+   +   10 H2O   +   30 ATP
2 FADH2
   +    O2       2 FAD   +   2 H2O   +   4 ATP
Jadi, total energi yang dihasilkan dari proses respirasi adalah 38 ATP. (Danang, 2008)
Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masing-masing dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Respirasi merupakan oksidasi (dengan produk yang sama seperti pembakaran) yang berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral, pada suhu sedang dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar merupakan cara untuk mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut, sejalan dengan berlangsungnya pemecahan, kerangka karbon-antara disediakan untuk menghasilkan berbagai produk esensial lainnya dari tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk protein, nukleotida untuk asam nukleat, dan prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti klorofil dan sitokrom). Tentu saja bila senyawa tersebut terbentuk, pengubahan substrat awal respirasi menjadi CO2 dan H2O tidaklah lengkap. Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O (proses katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam proses sintesis (anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Energi yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan untuk mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh, laju respirasi meningkat sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi beberapa senyawa yang hilang dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul sebagai CO2. (Salisbury & Ross, 1995)
Suatu indeks untuk dapat menilai substrat yang digunakan dalam respirasi adalah koefisien respirasi degan singkatan KR atau RQ (Respiration quetiont) yang diperoleh dari RQ = Evolusi CO2 (mol/ konsumsi O2 mol)
Harga RQ = 1 untuk oksidasi karbohidrat, kurang dari 1 (0,7 – 0,8) untuk lipid dan mendekati satu untuk protein. Untuk lipid, hanya demikian adalah akibat senyawa ini lebih tereduksi dari karbohidrat yakni jumlah H lebih banyak dari O dalam molekulnya (Sitompul dan Guritno, 1995).
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.    Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah. (Salisbury & Ross, 1995)
2.    Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009)
3.    Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. (Salisbury & Ross, 1995)
4.    Jenis dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009)
                        Perbedaan laju respirasi pada setiap jenis kecambah juga didasarkan dari kandungan substrat respirasi, seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang berbeda-beda setiap jenis. Laju respirasi kacang hijau lebih tinggi dari jagung ini dikarenakan kacang – kacangan mengandung pati dan rendah akan kandungan lemak atau minyak dimana lemak banyak mengandung hydrogen dan rendah akan oksigen sehingga proses respirasi lebih sedikit. (Salisbury dan Ross 1995). Tumbuhan kacangan – kacangan yang mengandung pati sebagai cadangan makanan menunjukan nilai RQ sekitar 1,0 tapi, biji berbagai tumbuhan lebbih banyak mengandung lemak atau minyak yang kaya hydrogen dan rendah kandungan oksigen. Koefisien respirasi pada tanaman Jagung lebih rendah dari pada tanaman Kacang hijau, biasa disebabkan oleh perkecambahan yang kurang baik atau umur kecambah yang belum cukup umur sehingga pembentukan substrat, patinya rendah disebabkan umur kecembah. Ini sesuai dengan  respirasi tergantung pada ketersediaan substrat, tanaman yang kelaparan , yang kandungan pati, fruktosa atau gulanya rendah. Tumbuhan sehat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. (Salisbury dan Ross 1995).

Substrat Respirasi
1.      Biji kacang merah(Vigna angularis)
Klasifikasi
Kingdom
                : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom          : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi           : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                     : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                     : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas              : Rosidae
Ordo                      : Fabales
Famil
i                    : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus
                    : Vigna
Spesies
                   : Vigna angularis (Willd.) Ohwi & H.Ohashi

2.      Biji kacang kedelai (Glycine max)
Klasifikasi
Kingdom
               : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
          : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
          : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
                     : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                     : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
              : Rosidae
Ordo
                      : Fabales
Famili
                    : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus
                    : Glycine
Spesies                  : Glycine max (L.) Merr.
 
3.      Biji Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)
Klasifikasi
Kingdom
               : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
          : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh
Super Divisi          : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                     : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                     : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas              : Rosidae
Ordo
                      : Fabales
Famili
                    : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus                    : Phaseolus
Spesies
                  : Phaseolus radiatus L.

4.      Biji Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Klasifikasi
Kingdom
               : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
          : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi          : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
                     : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
                     : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas              : Rosidae
Ordo                      : Fabales
Famili                    : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus
                    : Arachis
Spesies                  : Arachis hypogaea L.
 
Tabel kandungan / substrat respirasi yang dimiliki biji kacang merah, kacang hijau, kacang kedelai, dan kacang tanah setiap 100 gram biji :
Substrat Respirasi
Jenis Biji
Kacang Merah
(gr)
Kacang Kedelai
(gr)
Kacang Hijau
(gr)
Kacang Tanah
(gr)
Protein
23,1
30,2
22,2
25,3
Lemak
1,7
15,6
1,2
42,8
Karbohidrat
59,5
30,1
62,9
21,1

Bila ditinjau dari salah satu faktor yang mempengaruhi laju respirasi, bahwa  biji yang kahat karbohidrat lebih sering melakukan respirasi yang mengakibatkan laju respirasi juga meningkat.

B.     Hipotesis
1.      Kuantitas substrat biji berpengaruh terhadap laju respirasi kecambah biji kacang merah (Vigna angularis), kacang kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan kacang tanah (Arachis hypogaea). Setiap jenis biji memiliki substrat respirasi yang berbeda-beda satu sama lain.
2.      Laju respirasi yang paling tinggi ada pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus), yang mempunyai jumlah substrat respirasi paling banyak, disusul oleh kecambah kacang tanah (Arachis hypogaea), kemudian kecambah kacang merah (Vigna angularis), dan yang terakhir adalah kecambah kacang kedelai (Glycine max).

BAB III
METODOLOGI
A.    Jenis Penelitian
Metode Eksperimen

B.     Waktu dan Tempat Penelitian
Hari / Tanggal      : Rabu-Kamis, 25-26 November 2009
Waktu                  : 08.00 – 09.00 WIB
Tempat                 : Laboratorium Biologi Umum Jurusan Pendidikan
                                Biologi FMIPA UNY

C.    Variabel
Variabel Bebas    :  Jenis kecambah yang digunakan, yaitu biji kacang merah (Vigna angularis), kacang kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan kacang tanah (Arachis hypogaea)
Variabel Kontrol :    Suhu
Variabel Terikat  :    Laju Respirasi yang diukur dari jumlah CO2 yang dihasilkan dari respirasi kecambah

D.    Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan adalah :
1.      Biji Kacang Merah (Vigna angularis)
2.      Biji Kacang Kedelai (Glycine max)
3.      Biji Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)
4.      Biji Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
Sampel yang digunakan adalah
1.      Biji Kacang Merah (Vigna angularis) sebanyak 25 gram
2.      Biji Kacang Kedelai (Glycine max) sebanyak 25 gram
3.      Biji Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) sebanyak 25 gram
4.      Biji Kacang Tanah (Arachis hypogaea) sebanyak 25 gram

E.     Alat dan Bahan
1.    Alat

a.    Botol Jam dan Penutupnya (4 buah)
b.    Erlenmeyer 250 ml (4 buah)
c.    Seperangkat Alat Titrasi
d.   Pipet Tetes
e.    Kain Kassa
f.     Benang atau Karet
g.    Kantung Plastik

2.    Bahan
a.       Biji kacang merah(Vigna angularis)
b.      Biji kacang kedelai (Glycine max)
c.       Biji Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)
d.      Biji Kacang Tanah (Arachis hypogaea)
e.       Larutan KOH 0,5 N
f.       Larutan HCl 0,1 N
g.      BaCl2 0,5 N
h.      Indikator Phenol Ptalin (PP)
i.        Air
BAB  IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Data Hasil Percobaan
Tabel Rata-Rata Volume HCl yang Dibutuhkan untuk Titrasi
Ulangan
Volume HCl yang Dibutuhkan (mL)
Kacang Merah
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Kacang tanah
Kontrol
Titrasi I
26,5
31,4
31,7
29,9
29,5
Titrasi II
25
31,1
30,5
29,5
29
Titrasi III
25
30,1
29,9
30
29,5
Rata-rata
25.5
30,87
30,7
29,8
29,67

B.     Perhitungan
a.    Kontrol
Langkah Perhitungan
Kontrol
Grol KOH mula
25/1000 x 0,5 N = 0,0125 grol
Grol KOH sisa Kontrol
29,67/1000 x 0,25 =  0,00742 grol
Grol KOH + CO2
0,0125 – 0,00742 = 0,0051 grol

b.    Perlakuan
Langkah Perhitungan
Kacang Merah
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Kacang Tanah
Grol KOH mula
25/1000 x 0,5 = 0,0125 grol
Grol KOH sisa(dititer)
25,5/1000 x 0,25=0,0064
30,87/1000 x0,25=0,0077
30,7/1000 x0,25=0,0076
29,8/1000 x0,25=0,00745
Grol KOH + CO2
0,0125– 0.0064=0,0061
0,0125-0,0077=0,0048
0,0125-0,0076=0,0049
0,0125-0,00745=0,00505
Grol KOH+CO2 terkoreksi
0,0061-0,0051 = 0,001
0,0048-0,0051 = -0,0003
0,0049-0,0051 =
-0,0002
0,00505-0,0051 = -0,00005
Grol CO2
0,5 x 0,001 = 0,0005
0,5 x (-0,0003) = --0,00015
0,5 x (-0,0002) =
 -0,0001
0,5 x (-0,00005) = -0.000025
Grol CO2 terlarut
 
= 0,027
(-0,00015)=-  0,0034

=-0,0054
=- 0,00062

CO2 hasil respirasi
·         CO2 hasil respirasi kecambah kacang merah
 0,108 mL
·         CO2 hasil respirasi kecambah kacang kedelai
 - 0,0136 mL
·         CO2 hasil respirasi kecambah kacang hijau
 - 0,0216 mL
·         CO2 hasil respirasi kecambah kacang tanah
 -0,0025 mL

C.    Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kuantitas substrat biji terhadap laju respirasi kecambah  biji kacang merah(Vigna angularis),kacang kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan kacang tanah (Arachis hypogaea). Bahan lain yang digunakan adalah KOH 0,5 N, HCl 0,25 N, BaCl2 0,5 N dan indicator pp(phenol ptalin). Penggunaan indicator pp berkaitan dengan perlakuan pada saat percobaan yang salah satu dianataranya adalah titrasi asidimetri. Totrasi asidimetri adalah penetralan basa(KOH 0,5 N) oleh asam (HCl 0,25 N). dalam hal ini HCl merupakan larutan standar . Metode titrasi asidimetri digunakan untuk mengetahui konsentarsi volume dari KOH yang belum diketahui.
Prinsip kerja dari percobaan ini adalah mencari volume CO2 ­ pada beberapa perlakuan. Volume CO2 yang sudah didapatkan dari perhitungan kemudian dibandingkan antara perlakuan satu dengan lainnya. Berdasarkan tujuan yang sudah disebutkan, maka perlakuannya adah dengan membedakan biji yang digunakan dalam percobaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh substrat biji terhadap laju respirasi kecambah.
Biji kecambah yang digunakan adalah biji kecambah kacang merah.kacang kedelai, kacang hijau dan kacang tanah.berat masing-masing biji yang digunakan adalah 25 gr. Masing-masing jenis biji dibungkus dengan kasa. Kemudian dimasukkan ke dalam botol jam dengan posisi menggantung yang diusahakan tidak tidak ada sedikiptpun bagiannya yang tercelup pada KOH yang sudah dimasukkan sebelumnya. Diikat Botol jam kemudian ditutup dengan plastic dan karet penyumbat. Pembungkusan dengan kain kasa bertujuan untuk memberikan ruang pada pada kecambah untuk berespirasi, karena kita ketahui bahwa kain kasa memiliki pori-pori yang besar untuk pertukaran gas dengan lingkungan di sekitarnya. .selain itu, keadaan ini akan memberi ruang untuk tumbuhnya radikula yang memanjang ke arah luar menembus kain kasa. Penggunaan KOH dimaksudkan untuk mengikat CO2 hasil respirasi kecambah. Pengikatan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk reaksi sebagai berikut:
2KOH + CO2                             K2CO3 + H2O                                      
KOH nantinya juga digunakan untuk menentukan CO2 hasil respirasi. Kecambah dibiarkan tergantung untuk memaksimalkan hasil CO2 hasil respirasi yang nantinya akan diikat oleh KOH. Penutupan botol jam dengan plastic dan karet penyumbat bertujuan agar tidak ada factor lingkungan lain yang mempengaruhi proses respirasi sehingga dapat mendapatkan hasil yang lebih valid terkait CO2 yang dihasilkan.
Masing- masing biji disertai control, yaitu KOH tanpa biji, diletakkan pada tempat yang sama dengan suhu yang sama juga. Perangkat percobaan ini kemudian dibiarkan selama 24 jam.. waktu yang diperlukan ini dimaksudkan agar mendapatkan respirasi yang optimal. Karena proses respirasi mulai berlangsung ketika tidak ada cahaya.
Setelah 24 jam, maka hal yang harus dilakukan adalah melakukan titrasi. Larutan KOH dari masing-masing botol jam sebanyak 25 mL ditambahi BaCl2 0,5 N sebanyak 5 mL. setelah penambahan ini maka larutan berubah menjadi keruh. Hal ini disebabkan terbentuk endapan putih yang menyebabkan larutan menjadi keruh. Hal ini dikarenakan pada reaksi antar K2CO3 terbentuk BaCO3. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
BaCL + K2CO3                                       BaCO3 + 2 KCl
Kemudian dilanjutkan dengan penambahan 2 tetes indicator pp  0,25 N hingga larutan berwarna merah muda. Titrasi menggunakan HCl 0,25 N dengan alat titrasi. Titrasi dihentikan tepat ketika warna merah menghilang. Hilangnya warna merah menandakan bahwa KOH telah bereaksi sempurna dengan HCl. Reaksinya adalah sebagai berikut:
KOH + HCl                           KCl + H2O
Dari reaksi ini,maka semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi, maka semakin cepat proses titrasi yang ditandai dengan semakin cepatnya warna merah menghilang . Hal ini berarti hanya dibutuhkan sedikit HCl.
Secara umum kita ketahui bahwa respirasi merupakan pembongkaran karbohidrat oleh O2 menghasilkan CO2, H2O dan energy. Reaksinya adalah:
C6H12O6  + O2                                        6CO2 + 6H2O + Energi
 CO2  yang dihasilkan kemudian dijadikan parameter untuk menentukan laju repirasi. Semakin banyak CO2  yang dihasilkan maka semakin cepat laju reaksinya.
Berikut penjelasan-penjelasan hasil analisis data dari masing-masing perlakuan :
1.    Respirasi Pada Kecambah Kacang Merah
Kacang merah memiliki komposisi yang dapat dijadikan substrat respirasi berupa protein 23.1 gr, lemak 1,7 gr dan karbohidrat 59.5 gr dalam setiap 100 gr. Jadi jumlah total substrat adalah 84,3 gr jika yang dijadikan substrat hanya karbohidrat, protein, dan lemak. Dari perhitungan percobaan respirasi kecambah kacang merah, substrat respirasi tersebut membutuhkan CO2 0,18 ml. Dari dasar teori yang didapatkan, jika dibandingkan dengan substrat respirasi pada kacang tanah, kacang hijau, ataupun kacang kedelai, jumlah total substrat respirasi menduduki urutan ketiga, namun jika dilihat dari data hasil perhitungan, jumlah CO2 hasil respirasi yang meninjukkan laju respirasi kacang merah menduduki urutan pertama. Kejanggalan dalam laju respirasi Kcang merah ini dimungkinkan karena biji kacang merah yang duijikan mengalami perkecambahan sebanyak seperempat dari biji yang dipakai untuk percobaan, oleh karenanya dibutuhkan respirasi yang lebih cepat untuk keperluan proses perkecambahan. Selain dari itu, kejanggalan juga disebabkan oleh proses titrasi yang kurang teliti dan hati-hati, sehingga didapatkan data yang kurang valid. Pada saat titrasi, praktikan terlalu cepat memberikan HCl, sehingga bisa saj HCl yang diberikan kelebihan dan saat warna merah muda menghilang kurang diperhatikan sejak awal.
2.    Respirasi Pada Kecambah Kacang Kedelai
Kacang kedelai memiliki komposisi yang dapat dijadikan substrat respirasi berupa protein 30.2 gr, lemak 15,6 gr dan karbohidrat 30,1 gr. dalam setiap 100 gr. Jadi jumlah total substrat adalah 75,9 gr jika yang dijadikan substrat hanya karbohidrat, protein, dan lemak. Dari perhitungan percobaan respirasi kecambah kacang kedeali, substrat respirasi tersebut membutuhkan CO2 -0,0136 ml. Hasil perhitungan CO2 yang dibutuhkan didapatkan minus, hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa hal, namun letak kesalahan yang utama adalah dimungkinkan dari kekurang telitian dalam melakukan titrasi. Dari dasar teori yang didapatkan, jika dibandingkan dengan substrat respirasi pada kacang tanah, kacang hijau, ataupun kacang merah, jumlah total substrat respirasi kacang kedelai menduduki urutan keempat atau terakhir, namun jika dilihat dari data hasil perhitungan, jumlah CO2 hasil respirasi yang menunjukkan laju respirasi kacang kedelai menduduki urutan ketiga. Setelah percobaan selesai, diketahui bahwa kacang kedelai yang duijikan mengalami perkecambahan sebanyak seperlima dari biji yang dipakai untuk percobaan, oleh karenanya dibutuhkan respirasi yang lebih cepat untuk keperluan proses perkecambahan, walaupun pada kacang kedelai tidak terlihat peningkatan laju respirasi yang significant.
3.    Respirasi Pada Kecambah Kacang Hijau
Kacang kedelai (Phaseolus radiatus)  memiliki komposisi yang dapat dijadikan substrat respirasi berupa protein 22.2 gr, lemak 1.2 gr, dan karbohidrat 62.9 gr dalam setiap 100 gr. Jadi jumlah total substrat adalah 96,3 gr jika yang dijadikan substrat hanya karbohidrat, protein, dan lemak. Dari perhitungan percobaan respirasi kecambah kacang hijau, substrat respirasi tersebut membutuhkan CO2 -0,0216 ml. Hasil perhitungan CO2 yang dibutuhkan didapatkan minus, hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa hal, namun letak kesalahan yang utama adalah dimungkinkan dari kekurangtelitian dalam melakukan titrasi. Dari dasar teori yang didapatkan, jika dibandingkan dengan substrat respirasi pada kacang tanah, kacang kedelai, ataupun kacang merah, jumlah total substrat respirasi kacang kedelai menduduki urutan pertama, namun jika dilihat dari data hasil perhitungan, jumlah CO2 hasil respirasi yang menunjukkan laju respirasi kacang hijau menduduki urutan terakhir. Setelah percobaan selesai, diketahui bahwa kacang kedelai yang duijikan semuanya mengalami perkecambahan, seharusnya dibutuhkan respirasi yang lebih cepat untuk keperluan proses perkecambahan, namun jika dilihat dari data hasil perhitungan, pada kacang kedelai tidak terlihat peningkatan laju respirasi.
4.    Respirasi Pada Kecambah Kacang Tanah
Kacang tanah mengandung  protein 25.3 gr, lemak 42.8, dan karbohidrat 21,1 gr. Jadi jumlah total substrat adalah 89,2 gr jika yang dijadikan substrat hanya karbohidrat, protein, dan lemak. Dari perhitungan percobaan respirasi kecambah kacang tanah, substrat respirasi tersebut membutuhkan CO2 -0,0025 ml. Hasil perhitungan CO2 yang dibutuhkan didapatkan minus, hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa hal, namun letak kesalahan yang utama adalah dimungkinkan dari kekurangtelitian dalam melakukan titrasi. Dari dasar teori yang didapatkan, jika dibandingkan dengan substrat respirasi pada kacang hijau, kacang kedelai, ataupun kacang merah, jumlah total substrat respirasi kacang tanah menduduki urutan kedua, namun jika dilihat dari data hasil perhitungan, jumlah CO2 hasil respirasi yang menunjukkan laju respirasi kacang tanah menduduki urutan kedua. Jadi jika dibandingkan antara dasar teori dengan data hasil percobaan, masalah tiongkat ldaju respirasi jika dibandingkan dengan kecambah lainnya tidak terdapat kejanggalan. Setelah percobaan selesai, diketahui bahwa kacang tanah tidak ada satupun yang mengalami perkecambahan.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa kuantitas substrat biji memang  berpengaruh terhadap laju respirasi kecambah biji kacang merah (Vigna angularis), kacang kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan kacang tanah (Arachis hypogaea). Dari dasar teori setiap jenis biji memiliki substrat respirasi yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga pada hipotesis dikatakan bahwa laju respirasi yang paling tinggi ada pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus), yang mempunyai jumlah substrat respirasi paling banyak, disusul oleh kecambah kacang tanah (Arachis hypogaea), kemudian kecambah kacang merah (Vigna angularis), dan yang terakhir adalah kecambah kacang kedelai (Glycine max). Namun, pada hasil percobaan, didapatkan fakta yang berbeda. Laju respirasi yang paling tinggi ada pada kecambah kacang merah (Vigna angularis), disusul oleh kecambah kacang tanah (Arachis hypogaea), kemudian kecambah kacang kedelai (Glycine max), dan yang terakhir adalah kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus). Seperti yang sudah dijelaskan pada literatur bahwa sebenarnya tidak hanya karbohidrat yang menjadi substat respirasi, lemak dan protein pun bisa menjadi substrat respirasi. tetapi karbohidrat lebih cepat mengalami pembongkaran daripada lemak dan protein sehingga diasumsikan bahwa karbohidrat menjadi substrat yang paling berpengaruh pada  laju respirasi, dari beberapa biji yang diujikan maka kandungan karbohidrat dari keempat biji, yang memilki karbohidrat dalam jumlah terbanyak adalah kacang hijau sehingga akan dihasilkan CO2 paling tinggi. Tetapi pada percobaan didapatkan angka yang tidak memberikan dukungan terhadap pernyataan ini. Kejanggalan ini juga dimungkinkan karena pengaruh lain dari konsentrasi protein dan lemak yang berbeda pada masing-masing biji. Dari salah satu sumber dikatakan bahwa laju respirasi kacang hijau lebih tinggi dari jagung ini dikarenakan kacang – kacangan mengandung pati dan rendah akan kandungan lemak atau minyak dimana lemak banyak mengandung hydrogen dan rendah akan oksigen sehingga proses respirasi lebih sedikit. Tumbuhan kacangan – kacangan yang mengandung pati sebagai cadangan makanan menunjukan nilai RQ sekitar 1,0 tapi, biji berbagai tumbuhan lebbih banyak mengandung lemak atau minyak yang kaya hydrogen dan rendah kandungan oksigen. (Salisbury dan Ross 1995) Dari sumber ini diketahui bahwa ada pengaruh tertentu karena adanya substrat lemak pada kacang-kacangan tersebut, sehingga perlu dikaji ulang oleh praktikan mengenai hal ini, baik pengaruh substrat lemak ataupun protein yang berbeda-beda pada setiap biji.
Selain ditilik dari pengaruh konsentrasi karbohidrat, lemak dan protein yang berbeda pada setiap biji untuk dijadikan substrat, ada beberapa hal yang memungkinkan adanya kejanggalan yang didapatkan antara data hasil perhitungan dengan dasar teori, antara lain sebagai berikut
1.    Kekurang telitian dalam titrasi
Pada saat titrasi, praktikan terlalu cepat memberikan HCl, sehingga bisa saja HCl yang diberikan kelebihan dan saat warna merah muda menghilang kurang diperhatikan sejak awal. Sehingga didapatkan data hasil pengamatan untuk selanjutnya dihitung yang kurang valid, sehingga data hasil perhitungan pun kurang sesuai dengan teori yang ada.
2.    Pada saat percobaan, biji dalam keadaan belum berkecambah
Praktikan sebelumnya kurang memahami konsep dan prosedur percobaan, sehingga biji yanhg harus dikecambahkan terlebih dahulu, namun tidak dikecambahkan. Sehingga data yang dihasilkan kurang sesuai dengan yang diharapkan.
3.    Kurang menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan
Dalam titrasi, seharusnya praktikan menjaga kebersihan alat-alat yang dipakai, sehingga titrasi tidak terganggu dengan adanya air yang seringkali masih tersisa di alat-alat yang baru dibersihkan, sehingga air tersebut menggangu proses titrasi dan data yang dihasilkan pun kurang valid.
4.    Kesalahan Paralaks
Kesalahan lain dimungkinkan karena kesalahan paalaks dari praktikan, yaitu kesalahan pembacaan skala yang tertera pada alat-alat pengukuran. Contohnya pada saat pengukuran suatu larutan terjadi kesalahan paralaks, sehingga ukuran larutan yang harus diberikan bisa saja kelebihan atau kekurangan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap data hasil percobaan.
    
BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kuantitas substrat biji berpengaruh terhadap laju respirasi kecambah biji kacang merah (Vigna angularis), kacang kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan kacang tanah (Arachis hypogaea). Setiap jenis biji memiliki substrat respirasi yang berbeda-beda satu sama lain. Berdasarkan teori, laju respirasi yang paling tinggi ada pada kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus), yang mempunyai jumlah substrat respirasi paling banyak, disusul oleh kecambah kacang tanah (Arachis hypogaea), kemudian kecambah kacang merah (Vigna angularis), dan yang terakhir adalah kecambah kacang kedelai (Glycine max). Namun, pada hasil percobaan, didapatkan fakta yang berbeda. Laju respirasi yang paling tinggi ada pada kecambah kacang merah (Vigna angularis), disusul oleh kecambah kacang tanah (Arachis hypogaea), kemudian kecambah kacang kedelai (Glycine max), dan yang terakhir adalah kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus). Kejanggalan ini dimungkinkan karena pengaruh kuantitas karbohidrat, protein, dan lemak yang berbeda pada masing-masing biji ataupun karena kesalahan-kesalahan praktikan selama percobaan.

B.     Saran
1.      Perlu dilakukan percobaan kembali untuk mendapatkan hasil yang relevan
2.      Pada saat percobaan, hendaknya praktikan menjaga ketelitian dalam pengamatan dan proses titrasi.
3.      Sebelum melakukan percobaan, hendaknya praktikan memperhatikan kondisi bahan yang akan digunakan .
4.      Pada saat percobaan, hendaknya praktikan menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan, sehingga tidak mengkontaminasi larutan yang digunakan ddalam percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi. www.indoskripsi.com diambil tanggal 6 November 2009.
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Jakarta: PT Gramedia.
Melkasari,sthefani. 2009. Koefisien Respirasi. USU. http:arenlovesu.blogspot. com/2009/09/koesien-respirasi.html diambil tanggal 22 November 2009 pukul 09.00
Mentri Negara Riset dan Teknologi. 2005.  Teknologi Tepat Guna Tanaman Kacang-Kacangan. Jakarta: http://74.125.153.132/search?q=cache:C81D-c5rRQJ:www.iptek.net.id/ind/warintek/%3Fmnu%3D6%26ttg%3D6%26doc%3D6a5+kandungan+karbohidrat+kacang+tanah+arachis+hypogaea&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id diambil tanggal 22 November 2009 pukul 09.00
Nunung. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Respirasi Ganong. UPI. http://nununghaerani.blogspot.com/2009/06/laporan-fisiologi-tumbuhan respirasi_03.html diambil tanggal 22 November 2009 pukul 09.00
Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB
Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY
Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. www.idonbiu.com diambil tanggal 6 November 2009.

Disusun oleh : Riza Sativani Hayati dan Errischa Megawati
Jika menggunakan informasi ini, harap mencantumkan sumber. Informasi lebih lanjut dapat melalui email oryza_135rsh@yahoo.co.id